Pelipur Lara Di Hari Tuaku
Setelah berhenti bekerja dari mengabdikan diri kepada tanah tumpah darahku ini, aku tak lagi meneruskan bekerja dan bekerja. Terus terang pisik telah mengalami banyak kekurangan. Sudah mencoba beberapa cara untuk mendapatkan tambahan biaya hidup, namun kurang berhasil dan kurang beruntung. Hal demikian tidak sepenuhnya menjadi beban pikiranku. Aku berusaha melihat lingkungan di sekitar tempat tinggalku, agar aku mendapat pelajaran yang baik.
Ternyata apa yang orang katakan bahwa “Di atas Langit ada Langit” itu betul. Pernyataan betul dariku tidak berarti aku bisa terbang dan melihat atau berjalan-jalan di tempat itu, melainkan timbulnya kesadaran bahwa hidup ini tidaklah melulu bekerja dan mencari kekayaan. Itu pendapatku dan untuk diriku sendiri.
Jika hal demikian itu ternyata berkesan ada keputus-asaan, saya tidak putus asa melainkan melihat kenyataan. Ini amat perlu bagi manula seperti diriku. Jadi, aku harus mencari OBAT untuk Jiwa dan Ragaku ini melalui sesuatu yang dapat menyenangkan diriku sendiri, selain mendapatkan uang. Yaitu dengan Olah Raga atau menuliskan apa-apa yang dulu pernah terekam dalam ingatanku. Menurut pendapatku, itu hal yang baik.
Kali ini, aku menuliskan sesuatu tentang kegiatan olah-raga yang dapat diikuti oleh para Manula, yaitu Tennis Lapangan. Dengan begitu aku telah melakukan 2 hal, Olah Raga dan menulis.
Yang ingin kuceritakan adalah sebuah usaha dan keuletan di lapangan tennis bersama partner mainku.
Saat itu aku cukup lama menunggu teman-teman lain datang ke lapangan. Tak pernah kuduga bahwa pagi hari Sabtu itu, yang datang lebih awal adalah mereka yang secara pisik dan kemampuan adalah lawan berat bagiku. Usia lebih muda, dan ketrampilannya lumayan bagus. Ketrampilan dapat kulayani, namun kecepatan dan daya tahan pisik aku kalah jauh.
Pada kondisi seperti itu, tidak dapat dihindari lagi bahwa tanpa kesulitan lawanku meraih Game demi Game hingga score-nya menjadi 5 – 1 untuk lawanku.
Kekalahan ini kurenungkan, aku mengoreksi kesalahan-kesalahanku yang dimanfa’atkan oleh lawan. Forehand sering keluar, backhand tak bertenaga, service ball sering nyangkut dan lain – lain.
Menyadari itu semua, aku mengubah service dan pengembalian bola dari lawan. Bola forehand yang semula kukembalikan dengan topspin ku-ubah menjadi forehand yang underspin. Backhand yang semula underspin ku-ubah menjadi flat ke arah backhand lawan dengan bola-bola agak tinggi.
Perubahan ini ternyata berpengaruh besar pada lawanku. Mereka tidak lagi dapat mengembalikan bolaku dengan smashnya, sementara itu backhand return-nya akan menjadi umpan smash yang bagus sekali bagi partnerku yang berada di sisi kanan.
Irama permainan ini berlangsung terus hingga secara perlahan tapi pasti aku mulai mengejar. Dari 5-1 aku meraih 1 Game menjadi 5-2 (masih tetap lawanku yang memimpin). Kemudian satu game diraih lawan menjadi 6-2. Permainan belum selesai, karena kesepakatan selesainya permainan adalah siapa yang meraih 8 Game lebih dulu.
Tetapi sungguh aneh, dan apa yang terjadi pada lawanku akupun tidak berusaha memikirkannya. Setelah ia mencapai kemenangan 6-2, tidak satu game-pun yang mereka dapatkan. Dari posisi 6-2 untuk mereka, lambat namun pasti aku mengejar menjadi 6-3, 6-4, 6-5, 6-6, 6-7 dan akhirnya 6-8.
Inilah kegembiraan yang jarang kuperoleh, dan ternyata ini lebih menyenangkan hatiku dari pada lainnya. Ngecap? – Bukan! Aku bahagia! Kebahagiaan dalam hati itulah yang lebih kubutuhkan.
Akhirnya, dari kejadian itu aku menjadi tahu dan aku menggurui diriku sendiri bahwa “ADA KEBAHAGIAAN DALAM HATI SELAIN MENGGENGGAM SETUMPUK UANG”. Itu dia!
06/02/2011 6:14:17
Komentar
Posting Komentar