Aduh Betisku
Salah seorang temanku di SMA berasal dari kota Malang. Bila ada hari libur ia kembali ke Malang dengan menggunakan transportasi Kereta Api dari Stasiun Kediri. Aku sendiri tidak tahu persis kapan cerita ini terjadi pada dirinya, apakah ia naik kereta api dari Kediri ke Surabaya kemudian ke Malang, atau sebaliknya. Atau ia lewat Blitar.
Mengingat kejadiannya melibatkan seorang marinir, aku menduga cerita ini terjadi waktu ia berangkat dari Malang menuju ke Surabaya. Apakah yang telah terjadi?
Ini kisahnya!
Ia hanya mengatakan peristiwa yang terjadi selama berada di dalam gerbong tanpa menyebut dari mana ia berangkat dan saat itu berada di daerah mana. Dalam gerbong itu semua tempat telah terisi dan temankupun telah mendapatkan tempat duduk. Namun di pintu kereta ada sosok prajurit (Marinir) yang berdiri di sana dan sebentar-sebentar selalu melihat ke dalam. Yang saya sesalkan setelah ia menceritakan hal itu kepada saya adalah, mengapa ia tidak pernah berpikir atau mempertanyakan walau dalam hati, siapakah yang selalu diawasi oleh prajurit tersebut.
Dalam situasi demikian itu, kenakalan remajanya berlangsung terus. Ujung sepatunya dipergunakan untuk mengganggu penumpang di depannya yaitu seorang wanita muda bersama seorang Balita. Setiap kali wanita itu menengok ke belakang, temanku pura-pura tidak melihat. Lalu diulanginya lagi kakinya mendorong-dorong ke depan.
Setelah berlangsung cukup lama, prajurit yang berdiri di depan pintu tersebut berpindah tempat agak ke dalam, dekat dengan posisi si wanita depan temanku itu. Perlahan-lahan ia bergeser makin dekat dengan posisi temanku.
Pada ulah yang entah keberapa, tiba-tiba si wanita berdiri sambil melihat kepada temanku itu yang menundukkan kepalanya pura-pura tidak mempedulikan. Tetapi ulahnya itu justru membuat ia harus berteriak nyaring sambil memegangi betisnya, dan pindah ke gerbong lainnya.
Ternyata prajurit muda itu telah memberinya pelajaran pahit. Dengan cekatan ia mencabut bayonet, dan dengan punggung pisau komando itu dipukulnya betis temanku sekuat tenaga.
Apa mau dikata, temanku menjerit “Aduuh Kakikuuu” dan sambil terpincang-pincang ia pindah tempat. Kenakalannya telah mendapatkan buah yang amat pahit. Betisnya beradu dengan Punggungnya Pisau Komando.
Ketika ia selesai bercerita, aku menjawab: Wis Kapok tah?
Ia hanya tersenyum seperti kebiasaan yang dilakukannya.
09/02/2011 18:21:35
Komentar
Posting Komentar